Foto: Tokyo International Film Festival 2008
Ayu Laksmi mendapat kesempatan emas turut menghadiri Tokyo International Film Festival ke 21 di Tokyo Jepang bersama sutradara Garin Nugroho, aktor Ikranagara dan Nidia Saphira mewakili film Under The Tree yang mengambil cerita dan setting di Bali. Ditemui sesaat sebelum bertolak ke Jepang di Bandara Ngurah Rai 16 Oktober 2008, Ayu merasa mendapat kehormatan turut dalam festival ini.
Festival Film Internasional Tokyo ke 21 berlangsung di Tokyo dari 18-26 Oktober ini memutar Film Under The Tree karya Garin Nugroho sebagai film pertama membuka kompetisi film The Tokyo Sakura Grand Prix dalam festival tersebut. Setelah screening berlangsung panitia mengadakan sesi Tanya jawab dengan sutradara dan para pemain film yang hadir tersebut.
Panitia sendiri menyatakan kesempatan film Garin diputar dan menjadi peserta kompetisi di TIFF adalah sebuah kesempatan langka walau sebelumnya 5 dari 10 filmnya mendapat kesempatan diputar dalam festival ini dan tahun sebelumnya Garin sempat menjadi salah satu juri pada festival tersebut. Panitia melihat film Under The Tree sebagai sebuah film yang menarik sehingga sesi Tanya jawab langsung dengan sutradara dan para pemainnya merupakan sebuah kesempatan yang baik untuk lebih mengenal film dan pembuat serta bintangnya.
Beragam pertanyaan muncul dari audience mulai dari “Apa artinya judul film ini ?” juga seputar penokohan wanita dalam film ini. Namun yang menarik perhatian pemirsa adalah keterangan dari Garin mengenai kejadian lebih dari 80% dialog dalam film Under The Tree ini diimprovisasi pada saat casting. Dalam Tanya jawab itu Ikranagara menambahkan bahwa improvisasi adalah semacam tradisi dalam teater Bali.
Berbicara soal film Under The Tree, pesan intinya lebih banyak mempersoalkan tentang krisis lingkungan. Selain itu juga menyoroti krisis sosial yang kini dirasakan semakin meledak bergejolak di masyarakat. Garin mengaku sangat prihatin melihat semakin melebarnya krisis sosial dan lingkungan di masyarakat. Menurutnya, krisis lingkungan terjadi setelah terlebih dahulu diawali dengan munculnya krisis sosial, yakni ketidakberdayaan masyarakat kebanyakan dalam bidang ekonomi. “Penanggulangan krisis dan kerusakan lingkungan, harus dimulai dari pemecahan masalah sosial,” ujar Garin yang telah membuat 10 film layar lebar ini.
Masalah sosial dan lingkungan menjadi begitu penting untuk disampaikan sebagai pesan dalam film UNDER THE TREE, dan Pulau Dewata adalah setting yang tepat untuk mewakili symbol tersebut. Bukan hanya alamnya, namun juga budaya dan manusianya. Adegan calonarang dan setting lainnya termasuk kiprah Ayu Laksmi dan artis lainnya dalam film ini adalah rangkaian perhitungan seorang Garin untuk membuat filmnya mampu “berkata-kata”. Tony Rayns seorang kritikus film yang memiliki minat terhadap film di Asia menulis buat film ini sebagai “Social realism meets mysticism, topical commentary meets poetry.”
Dalam film ini Ayu Laksmi tidak hanya berperan sebagai aktris, tapi juga berperan sebagai perempuan Bali, sebagai penyanyi sekaligus sebagai pencipta beberapa lagu ilustrasi nyanyian dalam film ini. Pada acara Tokyo International Film Festival Ayu mengenakan busana Indonesia karya dari desainer terkenal Raden Sirait dengan rancangan ‘kebaya for the world’-nya. Kiprahnya dalam dunia seni termasuk seni peran yang dilakoninya dalam Under The Tree adalah dedikasinya bagi Bali. Apa yang telah dilakukan dalam perjalanan seorang Ayu Laksmi, mudah-mudahan dapat memberikan inspirasi bagi insan muda untuk berkiprah dalam dunia kreatif secara serius dan professional.
yuda said:
Mantab bgt…bravo film indonesia…
indri said:
saya seorang mahasiswi.baru saja saya pulang dari bioskop dan baru saja nonton film under the tree..
dan baru pertama kali saya masuk ke dalam studio bioskop yang berisi 7 orang(dengan saya)
dan saya bersama kaka dan sodara saya duduk di belakang.
pada saat film itu baruu mulai.itu membuat kami pindah tempat duduk ke tempat lain yang berdekatan dengan orang lain.
film under the tree membuat kami berfikir.
jalannya film sedikit membuat kami bosan.mungkin bukan hanya kami saja tetapi saya rasa orang lain yang nonton bersama kami pun merasa itu,karena saya (yang duduk tepat sebelah mereka)mendengar mereka sepanjang film mengoceeeeh.
singkat cerita
pada saat film itu selesai.penonton yang di dlm yang hanay 7 orang itu.hanya bengong.
begitupun dengan saya,kaka dan sodara saya.
kami hanya terdiam dan itu berlangsung sampai tempat makan.
dan di tempat makan kita pun hanya diam.setelah beberapa menit baru kita membahas film itu.
kata yang pertama kami lontarkan “parah garink!”
tapii kami ber3 mikir kembali…dan berkata yang ke 2 kalianya “tapii itu kereen banget film!”
film itu buat kita mikir.
jujur pesan dalam film itu tidak bisa saya tangkep.
yang kami tangkep dalam film itu adalah bagaimana cinta dari seorang ibu atau wanita.
jadi saya juga sedikit bingung.ketika saya buka google dan mencari ttg film ini.dan ternyata pesan dari film ini adalah masalah lingkungan dan sosial.bagian sosial nya saya mengerti.tetapi bagian lingkungannya?
well..over all this film i’ll give B+ 🙂
goodjob for mr.garin
Murnadi said:
Saya seorang karyawan swasta. kemaren saya berkesempatan menonoton Under the tree bersama istri saya yang sedang hamil. Jujur, saya termasuk penggemar film2 alternatif seperti ini. Meskipun ceritanya agak berat, tetapi lumayan bisa di mengerti. Sayang ya, endingnya di buat menggantung. Mungkin mas Garin mau bikin kayak The X-Files kali ya? tapi secara keseluruhan film ini asyik kok. Ragam budaya Bali ditampilkan dengan benar2 utuh, tidak hanya sekedar tempelan seperti film2 lainnya yang hanya sekedar meminjam tempat syuting di Bali tapi gak ada kontribusi yg signifikan terhadap budaya Bali. Akting pemain2nya natural banget, Saya suka Aryani Kruegenberg, aktingnya cukup memikat. Gambar2nya juga sangat indah, mengambil sisi2 budaya Bali yang jarang diperhatikan. Apalagi lokasi syutingnya banyak diambil di gang-gang sempit khas perkampungan adat Bali. Pokoknya film ini top deh. (sayang yang nonton kok dikit ya?)Semoga film ini masuk kategori film asing terbaik piala Oscar. Sucses deh buat semua pendukung film ini. jangan lupa bikin DVD nya ya.
Titik Puspa said:
Wah, bagus sekali! Salut!
dewi said:
Saya baru saja nonton film ini di Event Cinema-Sydney, filmnya bagus natural sekali dengan kehidupan keseharian di Bali. Saya nonton Film ini kareana ada Dr Bulan Trisna nya, yg kebetulan saya pernah menjadi anggota sanggar Tarinya Beliau di Bandung. Bali juga sangat Familiar buat saya, karena saya pernah tinggal lama juga disana, sepertinya film ini obat perindu buat saya akan keseharian orang Bali. Cerita nya emang terfokus untuk 3 orang wanita yang berbeda, tapi intinya mungkin Peran orang Tua, terutama Ibu yang bisa mengubah perjalanan seorang anak, karena sebagai seorang anak kita memang tidak akan lepas bibawah naungan orang tua (Under The Tree)