Tags

, ,

Disamping creative entrepreneurs, Indonesia memang memerlukan juga banyak social entrepreneur. Penjelasan sederhana dari Social Entrepreneur adalah seseorang yang
mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan entrepreneurshipnya untuk melakukan perubahan sosial (social change), terutama meliputi bidang
kesejahteraan (welfare), pendidikan dan kesehatan (healthcare). Jika creative entrepreneurs mengukur keberhasilan dari kinerja kreativitas yang mampu mendorong nilai ekonomi maka social entrepreneur keberhasilannya diukur dari manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dan lingkungannya secara berkesinambungan. Namun saat ini keduanya merupakan sebuah jalinan sikap dan prilaku penting untuk membangun negeri tercinta ini.

Sebuah kabar menggembirakan patut kita jadikan pemicu semangat kita semua, Yuyun Ismawati dari Bali Fokus, sebuah lembaga non pemerintah yang memiliki konsentrasi pada pengolahan limbah berbasis masyarakat dianugerahi penghargaan tertinggi untuk lingkungan dari The Goldman Environmental Prize. Hal ini patut disyukuri oleh kita semua dan semoga menjadi inspirasi yang sangat besar bagi karya dan perjuangan lain yang tengah dan akan dilakukan oleh anak bangsa. Berikut adalah cuplikan mengenai aktifitas Yuyun Ismawati dan Bali Fokus :

yuyun-awarded
YUYUN ISMAWATI Denpasar, Bali, Indonesia Pemenang Penghargaan Lingkungan The Goldman Environmental Prize 2009

Saat persoalan pengelolaan limbah menggerogoti kepulauan Indonesia, Yuyun Ismawati melaksanakan program pengelolaan limbah berbasis masyarakat yang mengkaryakan warga berpenghasilan rendah serta memberdayakan mereka untuk meningkatkan lingkungan.

Tantangan Pengelolaan Lingkungan
Kurangnya pengelolaan limbah yang memadai, aman, dan berkelanjutan merupakan salah satu tantangan lingkungan paling kritis di Negara-negara berkembang di seluruh dunia; Negara kepulauan secara khusus harus berjuang menghadapi pertumbuhan masyarakat yang semakin konsumtif dan keterbatasan lingkungan untuk pembuangan limbah. Infrastruktur perkotaan yang menjadi norma di Negara berkembang, termasuk tempat pembuangan akhir dan fasilitas daur ulang, masih juga belum tersedia di Negara seperti Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadinya problem lingkungan dan risiko kesehatan di mana-mana, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di dekat tempat pembuangan sampah dan pemukiman miskin perkotaan tanpa dilengkapi sistem pengelolaan limbah.

Kebiasaan tradisional masyarakat Indonesia yang memanfaatkan dedaunan untuk menyimpan dan menyajikan makanan memungkinkan adanya suatu pembuangan dan pengomposan secara sederhana. Dengan hadirnya plastik serta produk lainnya yang tidak ramah lingkungan, persoalan pengelolaan limbah di Indonesia semakin hari semakin parah.

Layanan kebersihan Pemerintah hanya mampu mengumpulkan 30 sampai 40 persen limbah padat di seluruh negeri, kebanyakan dari wilayah berpendapatan tinggi; masyarakat miskin dibiarkan dengan problem sampah yang menggunung yang bisa berakibat kematian. Pada tahun 2005 di Bandung, 140 orang tewas saat tumpukan sampah setinggi 200 kaki ambruk, memicu tanah longsor yang menimpa dua desa. Banyak warga masyarakat membakar sampahnya sehingga menimbulkan polusi udara saat kimia beracun dilepaskan ke udara.

Layanan kebersihan pun langka, karena limbah dan air limbah dari lingkungan miskin belum tertangani. Air limbah dari pabrik tahu dan pemotongan ayam dan juga sampah dari tempat pembuangan sampah liar mengotori sungai dan saluran air sehingga mencemari sumber air warga. Kondisi ini kian memperparah penyakit yang bersumber dari air seperti demam berdarah (DBD). Solusi pembuangan sampah terpusat secara konvensional bagi kota-kota besar telah dibangun di beberapa wilayah, tapi rancangbangunnya masih memarginalkan warga miskin. Dengan semakin bertambahnya penduduk (saat ini 245 juta), maka solusi berkelanjutan bagi persoalan sampah di Indonesia sangatlah kritis.

bali-fokus-programs
Solusi Berkelanjutan
Yuyun Ismawati, 44, memulai karirnya sebagai insinyur pemerintah yang bekerja dengan konsultan untuk merancang sistem suplai air wilayah pedesaan dan perkotaan. Merasa keterampilannya dimanfaatkan bukan untuk warga miskin yang paling membutuhkan pengelolaan sampah yang baik, Ismawati mengubah haluan karirnya. Sejak 1996, dibantu oleh jaringan LSM, ia membagi keahlian teknik lingkungannya untuk membantu warga miskin dalam merancang fasilitas pengelolaan sampah yang terkoordinasi dengan baik dengan prioritas utama kesehatan lingkungan dan manfaat ekonomi bagi warga setempat. Pada bulan Juni 2000, Ismawati mendirikan LSM-nya sendiri, Bali Fokus, untuk menyebarluaskan program pengelolaan lingkungan perkotaan berbasis masyarakat hingga mencapai taraf yang dapat diterapkan di seluruh Indonesia.

Pada tahun 2003, Ismawati dan Bali Fokus, bekerjasama dengan Rotary Club setempat, memprakarsai program pengelolaan limbah padat bersama Desa Temesi di Gianyar, Bali. Yang terdiri atas fasilitas pengelolaan limbah yang dimiliki dan dioperasikan oleh desa. Belajar dari pengalamannya dengan fasilitas pemulihan limbah pariwisata di Jimbaran, Bali, Ismawati dan organisasinya merekrut dan melatih warga setempat dalam mengoperasikan fasilitas dan lokasi pembuangan akhir. Para pekerja kini memilah sampah daur ulang, kompos dan residu sebelum diangkut ke tempat pembuangan. Pendapatan dari penjualan bahan daur ulang dan kompos menguntungkan bagi petani setempat. Fasilitas tersebut kini mempekerjakan 40 warga lokal dan menerima bantuan kredit sukarela untuk mendukung keberlangsungan proyek.

Sejak tahun 2004, Ismawati telah mengembangkan “desentralisasi inisiatif solusi,” dengan fokus keluarga pedesaan di wilayah urban Bali maupun kota-kota lain di Indonesia. Ismawati memandang ibu rumah tangga sebagai mitranya. Tujuannya adalaah untuk mengembangkan program masyarakat untuk mengurangi volume sampah yang diangkut ke tempat pembuangan kota dengan cara meminimalkan limbah di tingkat rumah tangga. Tim inti melatih para ibu melaksanakan praktik sehari-hari yang mudah dipelajari seperti pemisahan sampah dan pengomposan, dilakukan di rumah dengan memanfaatkan perabot seadanya. Program ini kini melibatkan 500 rumah. Bali Fokus memprediksi bahwa limbah rumah tangga di desa yang mengikuti program ini berkurang hingga 50 persen. Beberapa ibu menjual kompos mereka ke pasar setempat, sehingga menciptakan praktik yang menghasilkan uang bagi masyarakat. Limbah daur ulang seringkali dikreasi menjadi barang-barang layak jual, juga menciptakan ladang pendapatan baru bagi masyarakat sekitar.

Untuk pengembangan lebih lanjut atas dasar hasil positif program tersebut, Ismawati dilibatkan dalam pengembangan SANIMA pada tahun 2001-2003. SANIMAS (sanitasi oleh masyarakat), merupakan sentral kreasi Ismawati yakni serangkaian replika opsi-opsi pengelolaan limbah dan sanitasi bagi permukiman miskin perkotaan. Sesuai dengan kebutuhan setempat, sumber daya dan prioritas masyarakat, Ismawati, Bali Fokus, dan tiga LSM mitra lain memberikan pendidikan dan peningkatan kemampuan tentang pengelolaan limbah serta program sanitasi berkelanjutan. Dukungan infrastruktur pun mengalir dari pemerintah setempat maupun pusat. Kontribusi dan partisipasi masyarakat, walaupun kecil dibanding dukungan pemerintah, menjadi intisari dari keberlangsungan program dalam jangka panjang. Pada tahun 2008, SANIMAS menjadi program skala nasional yang mencakup ratusan daerah di seluruh Indonesia, dengan sedikitnya 75 kota kecil dan menengah mengikuti program ini setiap tahunnya.

Sepanjang tahun lalu, Ismawati dilibatkan oleh badan nasional dalam merancang undang-undang Indonesia pertama tentang pengelolaan limbah dan strategi pengelolaan limbah yang terkait dengan isu perubahan iklim. Selama proses pengelolaan, Ismawati berhasil mencegah adanya praktik merusak lingkungan, seperti pembakaran sampah sebagaimana yang terdapat dalam undang-undang.

Pada tahun 2008, Ismawati melebarkan sayap dengan mendirikan Jaringan Bebas Racun Indonesia. Ia berniat menjalin hubungan dengan lebih banyak LSM dan masyarakat Indonesia lainnya untuk bahu membahu mencegah penyebaran bahan-bahan beracun dari pembakaran sampah, pestisida dan logam berat seperti merkuri. Pada tahun 2009, Ismawati berencana memperluas program Bali Fokus ke desa, kota dan wilayah perkotaan lain di seluruh Indonesia.

For more on Yuyun’s and Bali Fokus works, visit www.balifokus.asia

goldmanprize09_ceremony_0055a